Suatu hari, kakak saya mengabarkan tentang spot mancing nan eksotik! Namanya Lubana Sengkol, yang berlokasi di Jl. Hutama Karya Km 15, Puspitek, Serpong. Apanya yang eksotik? Kolam “monster fish”. “Wuihhh… apaan tuh!” saya penasaran. Keponakan kemudian menjelaskan hal-ihwal tentang memancing ikan-ikan monster. Meski infonya kurang lengkap, tetapi tergambar betapa menariknya memancing ikan dengan berat puluhan kilogram!
Hari Minggu, kami sepakat mancing bersama. Dari Depok, lokasi pemancingan di Serpong sesungguhnya cukup jauh. Akan tetapi rasa penasaran benar-benar telah memperpendek jarak. Setelah terlebih dahulu mampir-nyamper di rumah kakak, berangkatlah kami ke lokasi pemancingan, yang ternyata juga tempat yang nyaman buat rekreasi keluarga.
Di Lubana Sengkol, ada berbagai fasilitas seperti restoran, arena bermain anak, dan… tentu saja kolam-kolam pemancingan. Ada kolam berisi ikan bawal, ada kolam berisi ikan emas dan nila, ada kolam berisi ikan patin, lele. Dari semuanya, kolam terbesar diperuntukkan bagi monster fish. Berbagai jenis ikan berukuran tidak lumrah ada di sini.
Saya tidak hafal nama-nama ikan monster itu. Yang saya ingat, ada jenis ikan jengis khan, jenis ikan tawar yang juga sering kita sebut hiu air tawar. Yang lain lagi, arapaima. Ini jenis ikan monster yang kalau di Amazon besarnya bisa mencapai ukuran dua kali manusia dewasa. Satu lagi (yang saya ingat) ikan aligator. Itu lho… ikan air tawar yang memiliki moncong seperti buaya.
Hari itu, rombongan mancing keluarga bisa terbilang cukup besar. Selain kakak, ada tiga keponakan, anak, dan kakak ipar, tetapi yang memancing di kolam ikan monster ternyata hanya saya. Mereka lebih memilih memancing di kolam-kolam kiloan.
Setelah membayar uang tiket sebesar Rp 120.000, saya mendapatkan lapak serta satu ember kecil berisi sekitar lima ekor ikan mas kecil-kecil, yang ternyata sebagai umpan. Setelah mempersiapkan peralatan mancing, lemparan pertama pun saya lakukan. Setelah itu… menunggu sambil mengamati senar pancing yang bergerak-gerak… bukan karena disenggol ikan, tetapi karena memang umpan ikan hidup yang belum mati, sehingga masih tetap bergerak-gerak di dalam air, menarik-narik senar kail.
Kurang lebih satu jam lamanya tidak ada tanda-tanda bakal narik ikan monster. Seorang petugas kemudian mendatangi saya dan meminta izin melihat kail yang saya gunakan. “Kurang besar nih….,” begitu komen dia. Padahal, saya sudah memakai mata kail ukuran 15. Sejurus kemudian saya menuju kantor pemancingan, hendak membeli mata kail yang lebih besar. Apa lacur, ternyata tidak tersedia. Untung saja, petugas berbaik hati membelikannya di toko pancing yang katanya tak jauh dari lokasi pemancingan.
Begitu kembali ke lapak, ternyata joran sudah berdiri dengan umpan terpasang. Belum hilang keheranan saya, si petugas tadi bilang, “Sudah saya ganti yang besar pak! Saya pasangin umpan pelet, buat penglaris he…he…he…,” katanya.
Belum hangat kursi yang saya duduki, umpan disambar ikan…. reflek saya sentak joran, dan terasa berat! “Dapat nih!” kata hati. Sebelah hati lagi berkata, “tapi kok tidak terlalu berat yaaa, jangan-jangan ini ikan kecil….” Benar. Rupanya umpan pelet tadi disambar master bawal. Lumayan untuk ukuran bawal, kurang lebih 2 kg.
Selepas melepas bawal ke kolam, saya kembali menggunakan ikan hidup. Seekor ikan mas saya tangkap, saja tusukkan mata kail ke tubuh ikan agak ke belakang, dan melemparkannya ke tengah kolam. Menunggu… dan menunggu….
Tawaran makan siang istri, sejenak saya abaikan, “Yaaa…silakan duluan….” Kembali menunggu…. Benar-benar tidak mau kehilangan moment (kalau-kalau) umpan saya disambar ikan monster…..
Tik-tak jam terus berdetak, dan tak bisa dipungkiri, perut mulai lapar. Saya tinggalkan lapak dengan joran terparang, menuju saung yang sudah kami booking untuk makan siang bersama keluarga. Sambil makan ikan goreng dan tumis kangkung, pikiran melayang ke joran yang saya tinggalkan. Sebentar-sebentar menengok ke arah kolam ikan monster…. “Ah… sepi-sepi saja….”
Usai makan cepat (karena ingin segera kembali ke kolam), keluarga mendaulat untuk menyanyi…. Ha…ha…ha…. Gak penting banget! Tapi begitulah. Karena hari Minggu, pengelola pemancingan menyediakan hiburan organ tunggal. “Ahhh siapa takut!!! Saya menghampiri pemain organ, membuka buku lagu, dan memesan satu nomor lawas…..”
Selagi menyanyi, kakak ipar dan istri datang menghampiri, dan ikut menyambr mic, dan menyanyi bersama. Usai satu lagu, nambah! Satu lagu lagi. Mulut menyanyi, mata membaca syair lagu, tapi pikiran benar-benar ke kolam!
Karena itu, usai lagu, bergegas saya kembali ke tepi kolam. Tidak ada kegaduhan apa pun. Saya simpulkan, tidak terjadi apa-apa dengan umpan saya. Artinya, selama saya tinggal makan dan menyanyi dua lagu, umpan saya masih dianggap pahit oleh ikan-ikan monster yang sungguh ingin saya pancing hari itu!
Kurang lebih 10 menit sejak saya kembali ke lapak, ada tanda-tanda umpan ditarik-tarik. Meski itu pengalaman pertama, tetapi cukup mudah untuk membedakan, tarikan-tarikan akibat gerakan umpan hidup, dan tarikan akibat disambar-sambar ikan besar.
Srrrrreeeeeeetttttttttt……….. senar terseret. Reflek saya sambar joran dan mulai mengendalikan keadaan…. Tidak seperti tarikan bawal tadi, yang ini lebih dahsyat. Jika diukur kekuatan tarikan, mungkin sepuluh kali lebih kuat! Tanpa dikomando, para pmancing di kiri dan kanan kemudian menarik umpan mereka. Sepertinya memberi kesempatan saya menaklukkan ikan monster yang sedang meronta-ronta di dalam kolam sana.
Susah saya melukiskan dengan kata-kata, tetapi sensasi tarikan ikan ini memang luar biasa. Saat ikan sudah mulai mendekat, tiba-tiba melawan dan meninggalkan jaaauuuuuuhhhhh ke tengah kolam bahkan melewati setengah kolam. Bak pemancing profesional, saya lepas saja. Saat tarikan mengendor, baru saya gulung lagi. Lagi-lagi, baru berapa meter ikan mendekat, sudah meronta lagi dan kabuuurrrr jaaauuuuhhhhh……
Dalam sensasi menarik ikan monster, saya benar-benar tidak menghiraukan kemungkinan joran patah atau senar putus. Saya hanya mencoba mengendalikan pemberontakan ikan monster ini. Bermain tarik-ulur. Barangkali saya dan ikan yang saya tangkap sama-sama ngotot. Saya begitu ngotot untuk menepikannya… ikan itu begitu ngotot untuk melepaskan diri dari kail saya.
Tidak ada yang mengukur waktu, tetapi perkiraan saya kurang lebih antar 10 – 15 menit, pergulatan menepikan ikan monster itu terjadi. terpaksa, selama itu pula saya menjadi pusat perhatian. Bukan saja perhatian para pemancing lain, tetapi juga para pengunjung Lubana Sengkol yang ada di saung-saung ikan kiloan.
Ya, itulah pengalaman mancing pertama dan striker pertama untuk ikan jenis monster. Ikan bodoh yang memakan umpan saya adalah jenis jengis khan. Ya, ikan hiu tawar, kita menyebutnya. Bobotnya? Kata petugas yang melepas mata pancing dari moncong si jengis, “dua puluh kilo!” Dan itu termasuk jenis ikan yang dilabeli hadiah. Hadiahnya sebuah rice cooker. “Tapi untuk periode bulan ini, ikan yang bapak tangkap sudah naik, jadi hadiahnya sudah didapat oleh pemancing pertama…,” kata petugas kolam.
Ahhh…. gak pentiiiinnnnnng…… Yang penting, narik jengis khan dua puluh kilo, cing! (roso daras)